Network
INFO SEMARANG RAYA - Pujian dan cacian adalah dua sisi dalam satu keping mata uang. Kalau pas diuntungkan karena kebaikan kita, orang lain akan memuji kita habis-habisan. Kalau pas ada ruginya, caciannya juga nggak ada habisnya. Yang susah itu, kalau pas dianya rugi dan terus mencaci tak ada habisnya juga. Tapi setelah itu ia kemudian diuntungkan, malah lupa ke kita.
Mau kembali memuji kok gengsi, nggak memuji kok kenyataannya dia untung. Makanya, nggak usah lagi memuji, apalagi mencaci. Dua-duanya sama-sama nggak menguntungkan buat Anda. Biarkan nsaja mereka mencaci kita sepuasnya, dan tak usah berharap dapat pujian (lagi).
Ada juga, seseorang yang selama ini dipuji, disanjung, dan diagung-agungkan mendapatkan penilaian positif. Yang seperti ini banyak contohnya, di sekitar Anda mungkin juga banyak. Misalnya publik figur X, yang dipandang sebagai sosok sukses. Ukuran suksesnya bisa karena hartanya banyak, kalau sedekah diliput oleh media, mobilnya bagus-bagus, rumahnya di mana-mana, dan berbagai bentuk materi lainnya.
Ia akan selalu menjadi pusat perhatian dan diperhatikan kondisinya. Ia atau keluarganya sakit, maka berbondong-bondonglah yang menengok ke sana. Kalau ada yang lainb sedang terkena musibah atau sakit, karena kondisinya sedang kekurangan atau tidak beruntung, maka ia pun akan dilupakan. Bahkan dianggap tidak ada apa-apa.
Bedanya dengan yang ‘beruntung’ tadi, jelas pada aspek perhatian sosial lingkungan. Kembali pada seseorang yang dicaci dan dipuji tadi, serta ia dinilai melakukan kesalahan. Walaupun sedikit saja kesalahannya, langsung mendapat cacian, umpatan, hinaan, dan banyak lagi respons negatif. Kita bahas lagi hal lainya, di kesempatan berikutnya. ***
