“Media sosial pro-Rusia dengan cepat membingkai perang untuk mendukung Rusia,” Alif Satria, seorang peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Menggunakan meme dan citra yang menarik bagi orang Indonesia, mereka menggambarkan Rusia sebagai suami yang berbakti yang ingin memenangkan kembali Ukraina, seorang mantan istri yang tidak tahu berterima kasih yang memihak preman Eropa dan telah menyandera anak-anak mereka, etnis Rusia.”
Akibat pencitraan tersebut, dalam tiga minggu sejak perang dimulai, muncul perpecahan antara sikap resmi Indonesia, dan media sosial serta komentar online yang lebih bersimpati kepada Rusia, jika tidak langsung mendukung.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Cinta 20 Maret 2022: Hati-Hati! Zodiak ini Memiliki Peluang untuk Selingkuh
Indonesia memilih mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk agresi Rusia serta keputusan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia membentuk komisi independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Bahkan Presiden Joko Widodo juga menyerukan gencatan senjata dalam wawancara dengan Nikkei Asia pada 9 Maret 2022.
Menurut Yohanes Sulaiman, salah seorang dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, sebagian persoalannya terletak pada ketidaksukaan sebagian orang Indonesia terhadap AS yang dipendam, meski sebelumnya mereka mungkin telah keluar untuk memprotes perang Rusia di Chechnya dan serangannya ke Suriah.
Sebagian besar ketidakpercayaan berasal dari periode setelah 9/11 dan tanggapan Indonesia terhadap apa yang disebut 'Perang Melawan Teror' AS di negara mayoritas Muslim itu.