LBM NU Jawa Timur Melarang Penggunaan Karmin dalam Makanan dan Minuman: Alasan dan Implikasinya

- 28 September 2023, 10:00 WIB
LBM NU Jawa Timur Melarang Penggunaan Karmin dalam Makanan dan Minuman Alasan dan Implikasinya
LBM NU Jawa Timur Melarang Penggunaan Karmin dalam Makanan dan Minuman Alasan dan Implikasinya /Tangkap layar quora.com/

INFOSEMARANGRAYA.COM - Pada tanggal 29 Agustus 2023, PW Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur mengeluarkan keputusan yang cukup kontroversial dalam dunia kuliner.

Keputusan tersebut adalah pengharaman penggunaan karmin sebagai bahan dalam makanan dan minuman.

Karmin, yang sering digunakan sebagai pewarna merah pada berbagai produk, khususnya yoghurt, dianggap tidak boleh dikonsumsi karena sumbernya yang berasal dari bangkai serangga.

Baca Juga: Sebuah Seni Hidup Damai, Menyemai Damai melalui Pendidikan Agama islam

Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Timur, KH Asyhar Shofwan, menjelaskan alasan di balik larangan ini.

Karmin: Pewarna Berasal dari Bangkai Serangga

Karmin, yang juga dikenal sebagai cochineal, adalah pewarna alami yang diperoleh dari serangga jenis cochineal (kutu daun). Proses ekstraksi karmin melibatkan pengeringan serangga ini, kemudian menggilingnya menjadi serbuk berwarna merah tua.

Untuk mendapatkan warna yang lebih intens, ekstrak cochineal biasanya dicampur dengan larutan alkohol asam. Pewarna alami ini telah digunakan oleh berbagai industri makanan dan minuman untuk memberikan warna merah yang menarik.

Baca Juga: Sempat Didemo di Cikini, Kenapa Mixue Belum Memiliki Label Halal di Indonesia?

Alasan Karmin Diharamkan

Menurut KH Asyhar Shofwan, LBM NU Jawa Timur menganggap penggunaan karmin dalam makanan dan minuman sebagai haram karena bahan dasarnya yang dianggap najis dan menjijikkan.

Hal ini sesuai dengan pandangan Madzhab Maliki, salah satu dari empat mazhab dalam Islam. Menurut pandangan ini, bangkai serangga atau karmin adalah najis dan tidak boleh dikonsumsi.

Keputusan ini didukung oleh referensi dari beberapa kitab yang menjadi pedoman bagi LBM NU Jawa Timur, seperti Al-Bayan Wattahsil, Al-Taj Wa al-Iklil, Al-Muntaqo Syarh Muwatto', Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arba'ah, Al-dakhiroh, Fathul Mu'in, dan 'Ianah al-Tholibin.

Dengan dasar pandangan dan rujukan ini, LBM NU Jawa Timur secara tegas melarang penggunaan karmin dalam makanan atau minuman.

Implikasi Larangan Penggunaan Karmin

Larangan ini memiliki implikasi yang cukup signifikan dalam industri makanan dan minuman. Produk-produk yang sebelumnya menggunakan karmin sebagai pewarna merah, seperti yoghurt berwarna merah, sekarang harus mencari alternatif pewarna yang halal.

Beberapa produsen mungkin akan beralih ke pewarna sintetis atau bahan pewarna alami lainnya yang sesuai dengan pandangan agama.

Selain itu, keputusan ini juga memunculkan pertanyaan tentang penggunaan karmin dalam produk-produk kecantikan seperti lipstik.

Meskipun dalam beberapa pandangan seperti Jumhur Syafi'iyyah, penggunaan karmin untuk keperluan selain konsumsi dihukumi najis, pandangan Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Abi Hanifah menyatakan bahwa karmin dianggap suci. Oleh karena itu, penggunaan karmin dalam produk kecantikan masih menjadi perdebatan.

Baca Juga: Tuai Polemik, Ternyata Ini Makna yang Terkandung Dibalik Logo Halal Indonesia Terbaru

Sejarah Karmin dan Budaya Penggunaannya

Menariknya, karmin bukanlah pewarna baru. Pewarna ini telah digunakan sejak suku Aztec pada abad ke-16. Ketika bangsa Eropa menemukan budaya mereka selama era eksplorasi, mereka mulai menggunakan ekstrak serangga cochineal atau kutu daun sebagai pewarna untuk kain dengan warna merah cerah.

Sejarah panjang penggunaan karmin ini menunjukkan betapa berharga pewarna ini di mata manusia selama berabad-abad.

Keputusan pengharaman penggunaan karmin oleh LBM NU Jawa Timur adalah langkah yang didasarkan pada pandangan agama dan keyakinan tertentu.

Ini menciptakan perdebatan dalam dunia industri makanan dan minuman, dan juga mencerminkan betapa pentingnya aspek keagamaan dalam beberapa aspek kehidupan sehari-hari. Bagi produsen dan konsumen, ini juga merupakan tantangan dalam mencari alternatif pewarna yang sesuai dengan standar kehalalan.***

Editor: Muhammad Abdul Rosid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x