INFOSEMARANGRAYA.COM - Tanggal 17 Agustus tiap tahunnya sering disemarakkan oleh masyarakat Indonesia dengan beragam lomba, seperti lomba puisi, lomba makan kerupuk, balap karung, dan lainnya.
Adapun beragam lomba tersebut, seperti lomba puisi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus.
Oleh karena itu masyarakat Indonesia banyak yang berbondong-bondong ikutan dalam tiap lomba kemerdekaan pada 17 Agustus, seperti lomba baca puisi.
Berbeda dengan lomba kemerdekaan yang diadakan pada 17 Agustus, lomba baca puisi perlu persiapan yang lebih matang.
Salah satunya menyiapkan puisi untuk ikut serta dalam lomba kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.
Baca Juga: Kenapa Hari Kemerdekaan Indonesia Diperingati Setiap 17 Agustus? Ternyata Ini Sejarah di Baliknya!
Berikut kami sajikan beberapa referensi puisi tentang kemerdekaan dari penyair kenamaan Indonesia, Sapardi Djoko Damono untuk membantu kamu mengikuti lomba 17 Agustus:
Puisi Atas Kemerdekaan karangan Sapardi Djoko Damono
Kita berkata: Jadilah dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
Di atasnya: Langit dan badai tak henti-henti
Di tepinya cakrawala, terjerat juga akhirnya kita
Kemudian adalah sibuk mengusut rahasia angka-angka
Sebelum hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula, firdaus dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular, melilit pohon itu: Inilah kemerdekaan itu, nikmatilah
Baca Juga: Spesial Promo Kemerdekaan! iPhone 11 Pro Turun Harga Drastis Abis! Simak Selengkapnya
Puisi Kemerdekaan karangan Sapardi Djoko Damono
Kemerdekaan itu
Anak-anak kita yang pada musim kemarau bermain layang-layang
Menarik, mengulur, dan mengadunya tanpa mempermasalahkan kenapa harus ada yang putus?
Tanpa memperhatikan awan-awan yang suka berarak nun jauh di sana dan tak pernah terlintas dalam benak mereka untuk bertanya
Apakah langit yang merupakan kerajaan layang-layang mereka itu ada batasnya?
Kemerdekaan itu
Ibu guru yang mengajarkan cara mengatur bunyi dan huruf menjadi kata, merangkainya menjadi bahasa dan rumus matematika untuk kemudian mengajak anak-anak bergabung dalam paduan suara, yang menyanyikan lagu lagu yang menyatukan masa lampau, masa kini, dan masa datang
Yang perlahan menyusup ke luar ruang kelas dan meluap ke jalan yang lurus, jalan yang silang menyilang, yang konon tak pernah ada ujungnya
Kemerdekaan itu
Perempuan dan laki-laki yang menjalar seperti ular beriringan d sela-sela kebun teh
Ketika cahaya pertama matahari menyentuh ujung caping, wajah, untuk kemudian menembus pakaian mereka yang compang-camping agar bisa meresap ke pori-pori kulit mereka. Semua itu menyatu begitu saja di pundak bukit tanpa pernah ada yang bertanya “Siapa gerangan yang mengaturnya?”
Kemerdekaan itu
Tukang kebun yang menyapu daun dan bunga, yang berguguran dari pohon kembang sepatu di pekarangan rumah kita, lalu menebarkan air segar, tanah basah dan apapun bisa tumbuh dan berbunga, berbuah dan membagi bagikan pesona harum dan lezatnya begitu saja kepada kita tanpa mempedulikan demi apa?
Kemerdekaan itu
Pak tua yang sendirian di atas perahu beberapa kilometer jauhnya dari daratan membawa jaring kecil dan corang yang di ujung tali pancingnya dipasangnya umpan
Ia tidak boleh terlena menyapa camar yang suka merayah, menepis buih di sekitar buritan perahunya, ia harus selalu siap menunggu siapa tahu ada ikan yang entah sengaja entah masuk ke dalam jalan atau menyambar umpannya
Kemerdekaan itu
Pramugari yang memeragakan cara menyelamatkan diri dan memeriksa apakah semua penumpang sudah mengenakan sabuk pengaman. lalu buru-buru duduk ketika terdengar perintah dari kokpit agar bersiap-siap sebab pesawat segera akan pindah landas. Ia sudah sangat terlatih untuk itu
Kemerdekaan itu
Segerombol orang muda bersepatu. Beberapa diantaranya mulai melonggarkan dasi sambil menenteng tas. Beberapa lagi membincangkan berita koran hari ini, menunggu bis kota di shelter, tak bosan-bosannya menoleh ke kanan harap-harap cemas menunggu moga-moga ada bus yang masih bisa menampung mereka sampai ke rumah dengan selamat meskipun terlambat
Kemerdekaan itu
Sepasang omah opah yang duduk di depan televisi, menyaksikan gosip selebriti, wawancara dengan pejabat, teruntuh banjir, topan, gempa, kebakaran hutan, kecelakaan pesawat terbang, dan begitu banyak iklan. Semuanya tak tertampung lagi dalam memori yang begitu terbatas. Mereka pun merasa letih dan jatuh tertidur membayangkan cucu mereka telah berangkat ke sekolah besok pagi
Kemerdekaan itu
Selembar bendera merah putih kecil, kecil saja yang sejak lama ada di sudut pagar rumah kita, dan senantiasa mengatasi padang rumput yang akarnya mencengkram tanah betapa keringnya pun, yang tak pernah memasalahkan percintaan yang tulus dengan embun yang menyelimuti mereka malam-malam dan harus sesaat menjelma kabut untuk segera raib.
Tak pernah dipersoalkannya mengapa ia di sana, menyayangi rumput yang merasa bahwa tugasnya hanya tumbuh, tak suara apapun musimnya
Kemerdekaan itu, segala-galanya
Baca Juga: Ada Event Kemerdekaan dan iPhone 14 Mau Rilis, iPhone 13 Hanya Dibandrol Segini!
Itulah puisi kemerdekaan dari Sapardi Djoko Damono yang cocok buat kamu bawakan saat mengikut lomba puisi pada 17 Agustus nanti.***